Minggu, 14 Juni 2015

Lemon Cui, Si Mungil yang Terabaikan.




Kurang dimanfaatkan, Pertumbuhannya Pun Sangat Mubazir

Bentuknya kecil dan bulat, tapi siapa yang menyangka, jika bentuknya seperti itu, mempunyai tingkat keasaman yang tinggi. Tentunya, pembaca pernah mendengar, kalau di Jepang,  cara mereka memasak ikan, cukup merendamnya dengan cairan asam. Maka, tidak membutuhkan waktu lama untuk  menunggu, ikan tersebut telah matang, tanpa harus dimasak lagi. Di Negeri Sakura tersebut, makanan ini dinamakan Sashimi. Apakah anda tahu cairan asam yang digunakan untuk mematangkan ikan tersebut?, cairan itu berasal dari sari Lemon Cui, yang pertumbuhannya banyak dijumpai di Provinsi Maluku Utara.
Lemon Cui, memiliki nama latin Citrus Microcarpa, lemon ini mempunyai nama yang berbeda di setiap daerah. Di Manado, Lemon ini disebut Lemon Kasturi, masyarakat Maluku Utara menyebutnya Lemon Ikan, karena pada umumnya, lemon ini digunakan sebagai penghilang bau amis pada ikan.
Lemon Cui berbentuk bulat mungil, dengan diameter 2-3,5cm, seukuran jeruk nipis, namun lemon ini diperkaya dengan cita rasa yang sangat asam. Kandungan Lemon Cui, kaya akan Vitamin C, sehingga berperan sebagai antioksidan, untuk mengatasi dan menstabilkan radikal bebas, serta dapat mencegah kerusakan tubuh dan kulit, serta memiliki banyak kalsium.
Jika masih muda, lemon ini berwarna hijau, dan kandungan air lemonnya masih kuat, dan  mulai menguning, jika telah tua. Pohon Lemon Cui begitu sangat  produktif, dan mampu berbuah sepanjang musim, tinggi pohon ini mencapai 3-5 m, daunnya berbentuk lonjong.Pohon Lemon Cui, tumbuh hampir diseluruh rumah-rumah warga, yang bermukim di Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara. Namun yang sangat disayangkan, karena produktifitas Lemon Cui yang terus berbuah sepanjang musim, menjadikan buah Lemon ini sangat mubazir. Berdasarkan pengamatan kami, jika buah Lemon yang telah tua, ditandai dengan warnanya telah menguning, masyarakat hanya membiarkannya saja berjatuhan dan berserakan di tanah. Hal ini dikarenakan, Lemon cui yang telah tua,  jarang digunakan, bahkan malah dianggap sebagai limbah. Jika buah yang telah berserakan tersebut, telah mengotori halaman rumah, seantusias mungkin warga akan memungut lemon cui, lalu dimasukkan dalam tempat sampah. sebab, kebutuhan masyarakat setempat, hanya menggunakan Lemon ini, sebagai penghilang rasa amis ikan, ataupun digunakan untuk membuat Gohu, sejenis Sashimiyakni ikan mentah yang dicampurkan dengan perasan jeruk Lemon Cui, hanya sekedarnya saja, sehingga tidak membutuhkan buah Lemon yang terlalu banyak.
“Manfaatkanlah potensi yang ada, maka disitulah terdapat peluang, untuk mendapatkan uang”. Jika dibaca sepintas, kalimat diatas menggambarkan kepada kita, bahwa mendapatkan uang, cukup dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki suatu tempat, dimana kita berada. Kalimat tersebut, kalau melihat dari kacamata orang yang berjiwa wirausahawan, pasti tidak akan asing lagi. Sebab, orang wirausahawan akan melihat suatu potensi tempat dia berada, sebagai lahan untuk menghasilkan uang. Jika dihubungkan dengan potensi pertumbuhan lemon cui diatas, yang begitu produktif, namun terbilang mubazir dikalangan masyarakat, maka apa salahnya, jika potensi lemon cui tersebut, dapat dimanfaatkan keberadaannya, sehingga lebih bernilai ekonomis. Seperti membangun kelompok usaha masyarakat, dalam bentuk produk usaha rumah tangga, dengan mengelolanya menjadi cuka penyedap makanan, cuka penyegar ikan, sirup lemon cui dan sari lemon cui.
Di Kabupaten Halmahera Barat, Lembaga yang konsisten memanfaatkan Lemon Cui, menjadi produk ekonomis, seperti Sirup dan Sari Lemon Cui, adalah Sekolah Tinggi Pertanian Kewirausahaan (STPK) Banau. Sejak tahun 2010, lembaga pendidikan swasta ini telah beberapa kali melakukan eksperimen, untuk mengelola Lemon Cui, menjadi Sirup dan Sari Lemon. Dalam waktu 4 tahun tersebut, kini Sirup dan Sari Lemon Cui telah dapat dinikmati dalam bentuk minuman segar, yang dikemas dalam bentuk botok plastik, serta telah mendapatkan izin produksi rumah tangga dan kesehatan produk, dari Dinas Kesehatan setempat.
Berdasarkan resep pengeloloaan Lemon Cui menjadi Sirup dan Sari, dari STPK Banau,  ternyata tidak butuh banyak bahan yang diperlukan, untuk memanfaatkannya. Hanya membutuhkan beberapa kilogram gula pasir, alat penyaring santan kelapa, alat perasan lemon, belanga, kompor dan menyiapkan botol kemasan plastik (dapat menggunakan botol kemasan baru, yang bisa didapatkan di swalayan terdekat, atau dapat menggunakan botol bekas, dengan menjamin nilai kehigienisannya), serta label kemasan.
Cara membuatnya, terlebih dahulu mengambil sari lemon, dengan memeras lemon cui dan menyaringnya, sehingga terpisalah antara ampas lemon dan bijinya. Kemudian perasan air lemon, direbus hingga mendidih bersamaan dengan gula. Perlu catatan bahwa, setiap 1 liter air lemon, ukuran campuran gula pasir adalah 3 kg, sehingga jikalau 5 liter lemon cui yang direbus, maka dicampurkan dengan 15 kg gula pasir.
Mengenai penggunaan takaran 3 kg gula dengan 1 liter air lemon, dikarenakan kandungan air lemon cui yang begitu asam, harus dinetralisir dengan gula yang banyak. Hal ini juga dikarenakan, penyesuaian rasanya dengan lidah masyarakat yang menetap di tanah Moloku Kie Raha (Negeri 4 Sultan). Dalam tahap ini, pembuatan sirup lemon cui telah selesai, dan siap dikemas.
Jika ingin mengubah Sirup menjadi Sari Lemon, maka cukup mencampurkan 1 liter sirup lemon cui, dengan 6 liter air, lalu diaduk hingga merata dan tercampur dengan baik. Sampai tahap ini, Sari Lemon Cui yang telah jadi, telah siap untuk dipacking dalam bentuk kemasan botol plastik (bentuk kemasannya dapat berbeda, tergantung dari kelompok wirausahawannya). Setelah itu, botol kemasan ditempelkan label produk usaha, dan siap dijual dengan kisaran harga Rp. 5.000.
Sampai sejauh ini, apakah anda mau menciptakan lapangan kerja sendiri, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada?, sudah seharusnya anda mengatakan IYA, SAYA MAU.Sebab, dengan berwirausaha, kita dapat menghasilkan pendapatan yang lebih, dan dapat mendukung pemerintah untuk mengurangi angka pengangguran. Karena, kita dapat membuka lapangan kerja, bagi orang lain.

Senin, 08 Juni 2015

Renang Gaya Batu (Sesi II)



Awal Kuliah, Bangun Lebih Awal !

            Waktu sudah menunjukkan pukul 04.30 Wita, terdengar nada  dari sebuah Hand Phone, yang terletak di atas meja, berdekatan dengan sebuah bingkai foto yang berukuran 10 R. di foto itu terlihat seorang lelaki remaja berumur 18 tahun, sedang tersenyum lebar sambil memakai kacamata hitam, mengenakan kaus jangkis berwarna biru, dan memakai celana jeans model botol, kakinya dibungkus dengan sepatu berwarna hitam dengan pinggiran putih. Mengenai model celana botol, pertama kali diperkenalkan oleh Vokalis Band Ungu “Pasha” saat mereka menggelar konser. Biasanya celana jeans tersebut berbentuk longgar bagian atas, namun perlahan turun ke kaki, ukurannya mulai mengecil. Bukan cuma celananya, tapi potongan rambutnya juga bergaya Mohawk Jabrik ala Pasha Ungu, yups anak muda ini memang mengidolakan Pasha, selain menyukai lagu-lagu dan suaranya, vokalis Ungu tersebut merupakan penyanyi yang berasal dari Palu, Sulawesi Tengah. Terus, siapakah anak remaja ini?,
kerasnya nada alarm bersuarakan dering Sponge Bob Square Pant’s, seakan menghapuskan kegelisahan hati yang dirasakan oleh seseorang yang sama sekali tidak bisa tidur. Lantas, dengan gerakan sigap, dimatikannya nada alarm tadi yang bersumber dari sebuah Hp. ya benar!, anak remaja yang berada di foto itu, adalah saya sendiri.
            Perkenalkan, nama saya Mohammad Iqbal, biasa disapa Iki. Saya merupakan anak kedua dari 4 bersaudara, terdiri dari 3 orang laki-laki, dan satu perempuan bernama Fathunnur dipanggil Ilun, dia anak yang bungsu. Sayang, adik saya yang perempuan sudah berpulang kepangkuan Allah Swt, pada tahun 2005 silam, saat usianya baru 4 tahun. Kakak saya bernama Fathurrahman, hanya berbeda satu tahun sama saya, dan adikku yang ketiga bernama Rahmat Izzati, biasa disapa Ija, berbeda 5 tahunan dari usiaku. Coba tebak, siapa diantara kedua saudaraku, yang bisa berenang ?? Yaa benar! kalian semuanya pintar, pasti kalian rajin belajar dengan menyimak secara seksama tulisan ini dari awal cerita sebelumnya. Nanti hadiahnya ambil di kios-kios terdekat ya, hehehe :p. hmmm,, dengan perasaan yang tidak mengenakkan, saya harus mengakui bahwa kami sekeluarga semuanya tidak bisa berenang.
            Meskipun saya anak kedua, tapi para tetanggaku malah manggil saya anak tertua. Bukan karena berperawakan tua, tapi karena saya mempunyai gesture badan yang lebih besar dari kakak pertamaku, yang memiliki badan kurus dan kecil. Nah, panggilan anak tertua sudah melekat pada sapaan saya tiap harinya, bahkan saking tuanya, adik saya yang bungsu, sering manggil saya Bapak!.

Suasana subuh di bulan juni tahun 2009 saat itu, memang terlihat sangat special bagiku, selain panorama subuh yang disajikan begitu mengesankan, namun ada hal lain yang membuat diriku bahagia, sehingga rasa itu membuatku gelisah, sampai-sampai rasa tersebut mengganggu tidurku. Hari ini adalah awal saya masuk kuliah, hari dimana semua cerita dan pengalaman indah, mulai akan ku goreskan dalam tulisan indah, dalam setiap lembaran kertas hidupku.
setelah ku menjalankan ibadah Shalat Subuh, yang di imami langsung oleh papa saya, ku langsung bergegas menuju kamar mandi, dengan penuh semangat, saya melepas satu persatu pakaian yang menutupi badan, tidak berlangsung lama, saya langsung mengambil gayung untuk disiramkankan dari ujung kaki ke ujung kepala, eeh kebalik ya, disiramkan dari ujung rambut ke ujung kaki. rasa dingin yang sudah pasti menghampiri, tidak kuperdulikan meskipun tidak biasanya saya mandi pagi. Tapi sial, setelah Palo-palo (gayung) ku kibas-kibaskan untuk mengambil air dalam bak, rasanya kok lebih ringan dan hampa. ternyata air yang dalam bak habis! Langsung saja dengan spontan, ku langsung memakai handuk,  serta segera keluar dari WC, dan menanyakan hal ini kepada mama saya.
“ma, air mati kah, itu tidak ada ditampung dalam bak”,tanyaku dengan nada halus.
“memang kalau pagi air tidak jalan, makanya kalau sudah sore air ditampung memang banyak-banyak, timba air di sumur sudah,,” sahut Mama ku sambil memarahi, tapi mamaku setiap kali marah pasti langsung memberikan solusi.     
dengan penuh keterpaksaan dan kerelaan, ku haruskan untuk mengambil air di sumur, ya meskipun sumur tetangga. Sebagai anak desa, keahlian untuk menimba air disumur itu sudah tidak diragukan lagi, cukup 3 kali timba saja, air sudah penuh dalam ember. Satu lagi nikmatnya kalau tinggal di Desa, yakni semua masyarakat saling menganggap keluarga, sehingga saya tidak perlu sungkan-sungkan untuk menimba air di sumur itu, dan sekalian mandi lagi.
            Setelah aktivitas pagi yang merepotkan, saya sudah bersiap-siap untuk berangkat menuju kampus, tentunya sudah selesai dengan urusan fashion. Mumpung hari pertama kuliah, tentunya saya menggunakan banyak =aksesoris, untuk mendukung penampilan saya. Diantaranya, topi gaul berbentuk segitiga pada bagian atasnya, ujungnya melebar dan bundar, terbuat dari jerami, lagi trend dikalangan petani yang mau turun ke Sawah. Saya tidak mengetahui nama topi tersebut dalam bahasa Indonesia, tapi kalau dalam bahasa Kaili, disebut Toru. Nah silahkan saja terjemahkan nama Toru tersebut kedalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah kalian masing-masing.
            Aksesoris berikutnya yang kupakai, tidak kalah menterengnya, yakni menggantungkan jagung muda di leher dan sebelumnya telah diikatkan dengan tali raffia, sebagai pengganti dasi, serta menggantukan papan kesalahan yang dibuat dari sisa dos bekas dan dibungkus dengan kertas HVS putih. Mengenai kain yang menutupi badan, ku menggunakan pakaian kemeja berwarna putih, ujung baju di isi kedalam celana kain berwan hitam. Untuk ban pinggannya diikatkan dengan tali rafia, serta kedua sisinya digantungkan pula dua buah kaleng susu bekas, dan di isi uang koin Rp 1000, diletakkan di pinggul kiri dan kanan, sehngga kalau berjalan sudah menghasilkan bunyi seperti lonceng kambing. Sampai sepatu pun tidak kalah berbeda, tali sepatu diganti dengan menggunakan tali rafia denga selingan warna yang berbeda.
            Kalau melihat dari aksesoris yang saya gunakan, pastilah bagi kalian yang sudah mengenyam bangku pendidikan sekolah, pasti mengetahui bahwa pada pagi itu, saya masih dalam tahap proses masuk dalam dunia kemahasiswaan. Salah satu tahapnya adalah dengan mengikuti Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK), di Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Datokarama Palu, salah satu kampus Favorite bagi masyarakat di Sulawesi Tengah.   
            Luapan rasa lucu, membuatku sekali-sekali tersenyum jika melihat penampilanku semacam badut jalanan, wajar jika Papa saya  malah berkomentar kalau masa Orientasi, merupakan ajang pembodohan dan penindasan, karena banyak hal-hal aneh dan tidak masuk akal diajarkan, serta tidak ada hubungannya dengan pendidikan yang baik dan benar.
“eeh, itu nak, disuru-suru pakai yang aneh-aneh begitu, apakah dengan memakai pakaian begitu, otak bisa dengan mudah terima pelajaran?, dalam agama Islam kan tidak harus berpenampilan seperti itu?”, gerutu Papaku sambil menasehati.
Mendengar nasihat itu, saya langsung menjawab, “saya juga tidak tau le Papa, nanti saya jalani saja dulu, prosesnya seperti apa, siapa tau setelah menjalani, akan saya dapatkan jawabannya,” jelasku.
“oh iya dan, semoga bisa dapat dan memetik hikmahnya”, sambung Papaku menasehati. Setelah itu, ku meminta pamit kepada keduanya, sambil mencium kedua tangan mereka, agar selama perjalananku menuntu ilmu, selalu mendapatkan kemudahan dan berkah dari Allah SWT. Amin.