Kamis, 06 Februari 2014

HMI MPO Cabang Palu, Laksanakan LK II


LAPMI, PALU-Dalam membangun intelektual kader yang kritis, dan mengutamakan nilai ke Islman, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) Cabang Palu, pada Selasa malam, 5 Februari 2014 kemarin, mengadakan latihan kader II, atau yang dikenal dengan istilah Basic Training LK II, yang bertempat di Aula Dinas Pendidikan Provinsi Sulteng, Jalan Setia Budi Palu. Kegiatan ini juga dirangkaikan dengan peringatan Milad HMI ke 67 tahun. 

Kepada LAPMI, ketua HMI MPO Cabang Palu, Sadli Naharudin mengatakan, HMI MPO memiliki beberapa peroses jenjang bagi setiap kader. Salah satunya adalah jenjang LK 2 atau jenjang pemantapan materi yang telah di dapatkan sebelumnya, dari jenjang LK 1,yang merupakan pula dalam tahapan pengkaderan. Masih menurut Sadli, jenjang LK 2 ini menyajikan materi-materi yang meliputi hukum, filsafat, ke islaman. Sehingga, melalui  intermediate training tersebut, diharapkan peserta selaku kader HMI memiliki nilai tambah khazanah keilmuannya.

Sadli menambahkan, kegiatan LK II, dilaksanakan selama 10 hari, tepatnya pada tanggal 05 s/d 15 Februari 2014, dengan tema “Upaya Mempertegas Idealisme, Cita, Dan Identitas organisasi”.Peserta LK II sendiri,  berasal dari beberapa kader HMI MPO dari tiap-tiap cabang yang tersebar di seluruh pelosok indonesia, khususnya yang berada di pulau Sulawesi. Diantaranya adalah, HMI MPO Cabang Palu yang berjumlah 11 orang peserta, HMI MPO cabang gorontalo yang berjumlah 2 orang peserta, HMI MPO cabang majene yang berjumlah 5 orang peserta, dan HMI MPO cabang kendari yang berjumlah 3 orang peserta, serta beberapa cabang lainnya.

“Tema kegiatan ini, sengaja diambil dari pelaksanaan pilpres dan pemilumendatang, di mana HMI sebagai lembaga yang independen, harus  tetap menjaga dan mempertahankan independensinya, khususnya bagi kader HMI itu sendiri,” tutur Sadli, yang belum lama dilantik, sebagai ketua Umum HMI MPO Cabang Palu.

Berdasarkan pantauan LAPMI ditempat kegiatan, suasana pembukaan LK II, penuh dengan keharmonisan.  Terlihat antara kader Ikhwan yang berpakaian rapi dengan ciri identitas memakai celana kain hitam  dan Akhwat yang memakai hijab untuk menjaga citra seorang wanita. Meskipun demikian, dalam kebersamaan mereka walau tetap menjaga jarak, diantara mereka tetap menjalin komunikasi dengan mengucapkan tutur kata yang lembut. (Cinandar)

Minggu, 02 Februari 2014

Memulai Perbaiki Amal, Sebagai Bekal di Akhirat


Selain Sebagai Tempat Penyembuhan, Rumah Sakit Juga, Sebagai Wadah Silaturrahmi

Mendengar kata Rumah Sakit, pastilah kita tidak ingin masuk kedalamnya. Sebab, jika telah dirawat, maka sudah pastilah terdapat penyakit yang membuat tubuh tidak berdaya. Diketahui bersama, setiap penyakit yang menyerang tubuh, entah berbahaya ataupun tidak, sama sekali tidak mengenal antara tua dan muda. Tentunya, kita diperhadapkan dengan situasi, antara hidup atau mati. Jika kemudian, jalan yang ditentukan adalah meninggal, maka pertanyaannya, sudah siapkah amalan kita, menjalani kehidupan berikutnya? atau, jika diberikan kesempatan untuk hidup, maka mulailah perbaiki amal, sebagai bekal di akhiraat nanti.

Oleh: Muhammad Iqbal/ RSU Anutapura Palu

“Mana Kursii roda? Ambilkan cepat”, teriak Bapakku, dengan perasaan cemas. Saat itu, Minggu 12  Januari 2014, Pukul 03.00 WITA dinihari. Fathurahman (kakak Kandung), terpaksa kurangkuli menuju ruang pemeriksaan, meskipun harus kesakitan saat berjalan. Tangan kanannya memijit perut, langkah kakinya bergerak kaku, dan seringkali memejamkan mata dengan menghadapkan wajah ke atas, diiringi dengan desahan suara yang tersedu-sedu, sambil mengeluarkan kata “Sakiii,,,tt”.

Segera, antusias perawat yang sedang piket, menjemputnya dengan kursi roda, sambil membawanya ke ruang perawatan. “tolong, kita angkat sama-sama anaknya ke kasur,”pinta seorang perawat. Mendengar seruan itu, langsung saja kami mengangkatnya ke tempat tidur, agar pasien terasa nyaman saat diperiksa. “Pak? anaknya ada keluhan apa?” (tanya perawat kepada Bapakku). “keluhannya baru tadi malam, katanya sakit dibagian perut”. Jawab Bapakku, singkat. “tunggu sebentar ya, saya periksa dulu,” tegas perawat.
Beberapa menit melihat si perawat memeriksa, terlihat dia mulai memasang inpus, menyuntikan obat, dan memijit mijit perut pasien. Tiap kali memijit, perawat itu mengatakan, “Jika saya tekan bagian ini, bilang yang mana sakit ya,”. Dengan tehnik itu, perawat sudah dapat menyimpulkan, sakit yang dialami oleh saudaraku itu adalah sakit  usus buntu. Keluarga memutuskan untuk merawat inap, dan untuk sementara kakakku, diarahkan keruangan Kenari, untuk mendapatkan perawatan disana. 

Tiba di ruangan kenari, terlihat beberapa orang penjenguk yang masih duduk-duduk melamun, adapula yang mengusap-usap wajahnya dengan selembar sarung, serta ada yang tertidur pulas dilantai pinggiran lorong Rumah Sakit. Pasti dalam hati mereka, senantiasa mengharapkan kesembuhan dari keluarganya yang sedang sakit, meskipun mereka merelakan dirinya, untuk ikut bersakit-sakitan.  

Di dalam ruangan, kakakku diarahkan ke tempat tidur yang paling pojok. Disekelilingnya, terlihat pasien laki-laki yang berumur 21 tahun, kedua kaki dan tangannya diikat dipinggir ranjang. Dihidungnya, terpasang selang yang panjangnya hampir 2 meter yang berujungkan sebuah tabung kecil. Tabung itulah, yang fungsinya sebagai penampung makanan dan minuman untuk pasien, yang dialiri dari tabung melewati selang tadi menuju hidung. Hal ini terjadi, karena  pasien tersebut, tidak bisa lagi mengolah dan menelan makanan. Mendengar penuturan perawat itu, ku langsung membayangkan, bagaimana kalau nasi atau air putih, masuk melewati hidung. Serentak ku memegang kepala karena adanya refleks rasa sakit. 

Belum lagi, terdapat pula pasien, yang berumuran 68 tahun, mengalami kanker leher. Lukanya sudah sangat parah, hal ini ditandai dengan bau yang kurang mengenakkan semenjak kami masuk dalam ruangan itu, meskipun leher pasien itu, sudah ditempeli dengan perban, namun terlihat perban itu sudah bercampur dengan warna kuning dari lehernya. Seringkali pasien itu batuk, namun setiap kali batuk, dia langsung mengeluh dan memegang lehernya, diiringi dengan ucapan, “astaghfirullah,”.

Dalam benak, ku berpikir, jika sakit dalam umur tua renta, mungkin didepannya sudah ada ajal yang menjemput. namun berbeda dengan umur muda, mungkin saja masih ada harapan untuk hidup. Tapi anggapan itu, ku mentahkan begitu saja. mungkin mengalami sakit, rasanya pasti tersiksa. Namun, dengan jalan apa lagi, jika begitulah proses penyembuhannya. Hanya saja, kita semua tetap menginginkan yang terbaik bagi kesehatan, agar jika nanti sakit,  kita tidak inginkan masuk rumah sakit dalam keadaan celaka, ditikam maupun terkena penyakit berbahaya. “Amin,”.
 
Kata pepatah, jagalah sehatmu, sebelum datang sakitmu. Ternyata sehat itu, jauh lebih berharga daripada harta. Karena, jika harta yang hilang, pasti mudah untuk mencarinya. Namun, jika sehat berganti sakit, belum tentu kesehatan akan menghampiri kembali. Wassalam.............. Bersambung.
Baca, Silaturrahmi di Rumah Sakit (Part II)
.